Select Menu

Favourite

Berita Jateng

Nasional

Gambar tema oleh konradlew. Diberdayakan oleh Blogger.

Berita Politik

Berita Parlemen

Ekonomi

Berita Hukum

Sepakbola

Simak Dulu

» » Perajin Warak Tetap Bertahan


Kabar Jateng 18.07 0


SEMARANG - Warak Ngendog tetap akan menjadi tren saat Dugderan di Semarang. Binatang itu digambarkan sebagai simbol pemersatu tiga etnis mayoritas yang ada di Semarang.
Di bagian tubuhnya terdiri atas Naga (Tiongkok), Buraq (Arab), dan Kambing (Jawa).  Hewan imajiner ini biasanya menjadi maskot dalam festival Dugderan yang digelar beberapa hari sebelum Ramadan.
Meski menjadi maskot Dugderan, keberadaan Warak kini mulai terancam oleh maraknya permainan modern yang mendominasi di event Dugderan. Perajin Warak kini hanya bertahan satu orang saja, yakni di Kampung Purwodinatan . Padahal, kawasan itu dulu terkenal sebagai sentra pembuat kerajinan Warak Ngendog.
Di tangan terampil Tari (47) warga Kampung Purwodinatan Gang II no 112 Semarang, mainan Warak Ngendog akan tetap di­lestarikan. Pria 5 anak tersebut sudah 10 tahun lebih menekuni kerajinan Warak yang diturunkan oleh kakeknya.
”Dugderan sejak tiga tahun lalu sepi. Masyarakat lebih tertarik pada mainan modern. Warak mulai terpinggirkan dan ini salah satu menjadi penyebab pengrajin warak mulai enggan membuatnya. Kini, mung­kin tinggal saya saja yang tetap membuat warak saat Dugderan,’’ katanya sembari membuat rangka dari kayu ditemani istrinya di rumahnya, Senin (9/6).
Tari mengungkapkan, tak akan muluk-muluk untuk mremo di Dugderan kali ini. Untuk itu dia hanya mentargetkan membuat 400 buah Warak Ngendok yang akan dijualnya saat Dugderan di lapaknya depan kelurahan Purwodinatan.
”Saya hanya stok 400 warak. Itu saya cicil disela-sela aktivitas rutin pekerjaan sejak 4 bulan lalu,”ujar pria yang sehari-hari berprofesi sebagai reparasi kunci di Jl Sriwijaya Semarang tersebut.
Meski tak selaris dulu, namun Tari mengaku Warak tetap diburu sebagian orang yang ingin tahu tentang maskot Dugderan. Untuk itu ia optimis mampu menjual 400 warak buatannya tersebut.
Dia mengungkapkan, kendala lain adalah bahan baku membuat warak.
Untuk mendapatkan bahan kayu untuk rangkanya cukup sulit. Kayu bekas pun dia harus selektif memilih. Sementara harga kertas minyak yang menjadi bahan penutup tubuh Warak juga naik. Belum lagi bahan pelat besi lentur untuk leher dan ekor Warak juga sudah mulai sulit didapat.
”Pelat besi lentur ini yang wajib dan tak bisa digantikan, karena bahan ini yang membuat anggun Warak sehingga leher dan ekornya bisa menthul-menthul dan manthuk-manthuk,’’ ungkapnya.  
Karena mulai bahan baku mulai sulit dan mahal, dia pun membandrol harga Warak buatannya se­besar Rp 25 ribu untuk sepasangnya (Warak dan anaknya). Harga yang sebenarnya tak seberapa dibanding dengan kesulitan Tari membuat dan kreatifitas serta kemauannya untuk Nguri-nguri budaya.
”Namun, kadang banyak pula warga yang nawar dan membanduingkan mainan plastik. Mereka tidak tahu bahwa ini mainan khas Dugder dan sudah mulai langka dan butuh keuletan untuk membuatnya.’’
Tari berharap, Pemerintah Kota membantu pengrajin Warak agar bisa terus berkarya dan meles­tarikannya diantaranya dengan memberikan bantuan modal produksi.

Sumber:http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/06/11/264120/Perajin-Warak-Tetap-Bertahan-

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply